Sabtu, 31 Januari 2009

Israel hancur 50 tahun lagi

Aiman Al Zawahri


Israel hancur 50 tahun lagi

Dalam peringatan 60 prahara Palestina 15 Mei lalu, TV Aljazeera melansir prediksi seorang kolumnis Mesir Al-Qadir Abdul Wahab Masiri bahwa Israel akan hancur 50 tahun lagi. Prediksi tidak boleh dilewatkan apalagi keluar dari salah satu referensi dalam kajian zionisme. Dr. Masiri memiliki buku ensiklopedia "Yahudi, Agama Yahudi, dan Zionisme" terdiri dari 8 jilid. Sebuah karya yang ia telurkan selama seperempat abad. Artinya, studinya terhadap realitas sejarah adalah analisis kuat bukan emosional.

Dr. Masiri menampik prediksinya terkait dengan pesimisme atau optimisme. Ia sendiri mengaku telah membaca data statistic dan hakikat yang tentang entitas ini secara obyektif. Ia juga menambahkan bahwa para analis Israel sendiri tidak menampik kekhawatiran ini. Sehingga jumlah tulisan soal akhir umur Israel menjemukan.

Berikut adalah sejumlah indikasi umum yang membuat analis politik setujua dengan prediksi hancurnya Israel 50 tahun lagi:

Pertama, sebagai entitas koloni – kanker di tubuh dunia Arab – Israel kehilangan kemampuannya untuk melakukan asimilasi dengan bangsa di kawasan timur tengah. Sebab Israel sebagai ciptaan Barat dan kepanjangan kepentingan dan politik mereka di Timteng. Studi Dr. Masiri menyebut Israel sebagai "negara pegawai" sebab ia hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan penciptanya. Menurut Masiri Yahudi bukanlah sebuah bangsa yang satu tapi "jamaah yahudi".

Ini tampak dalam kontradiksi pendirian kelembahaan negara Israel. Di sisi negara Israel didasarkan pada gagasan zionis untuk mendirikan negara nasional bagi bangsa Yahudi, namun di sisi lain Yahudi sendiri terdiri dari bangsa-bangsa dan suku yang memiliki budaya, etnis, bahasa, tradisi berbeda dan hanya disatukan oleh agama Yahudi yang bertentangan dengan referensi "sekularisme Israel".

Kedua, dalam artikel "mempebanyak keturuanan sebagai senjata paling baik" di harian Al-Wathan edisi 2662, 13 Januari 2008, Israel mengalami masalah timpang secara demografi melawan pertumbuhan warga Arab di wilayah jajahan 1948. hal ini akan menimbulkan rasialisme terhadap warga Israel dari keturunan Arab dan terhadap warga Palestina. Israel seperti akan berubah dengan nasib Afrika Selatan pada masa rasialisme Aparthid. Pada akhirnya legalitas Israel akan tercerabut dan mereka akan dimusuhi. Fenomena ini sudah muncul secara menginternasional. Meski dukungan terhadap Yahudi di Amerika begitu kuat, mayoritas negara dunia tidak sebaris dalam hal ini. Apalagi jika strategi politik Arab menyerukan solusi satu negara dan bukan dua negara dalam menyelesaikan masalah konflik Palestina Israel.

Ketiga, dunia internasional semakin sadar tentang apa yang terjadi di Timteng. Ini artinya tekanan masyarakat internasional terhadap pemerintah-pemerintahan mereka akan semakin kuat agar memiliki politik tegas terhadap Israel. Di Israel sendiri mulai ada sejumlah organisasi swasta mendukung aksi anti Israel dan melakukan aksi internasional melawan cara-cara Israel menghancurkan rumah warga Palestina dan pengusiran mereka. Dengan berangsurnya kemajuan ekonomi Negara-negara Timteng, perimbangan dan bargaining perdagangan dengan sejumlah Negara akan mulai memaksa Negara lain untuk mendukung kepentingan Arab. Secara otomatis Israel akan tercekik.

Keempat, menurunnya eksodus Yahudi ke Israel dan naiknya eksodus arus balik dari Israel. Sejak 1990, sekitar 1 juta Yahudi Rusia eksodus ke Israel. Tapi, setelah kondisi Rusia membaik, mereka balik ke Negara mereka sebagai tinggal di Israel tidak lebih baik. Dari tahun 2001 hingga 2003, 50 ribu Yahudi Rusia kembali ke Negara mereka. Ditambah pemuda-pemuda Yahudi yang hengkang dari Israel ke Barat untuk mencari pekerjaan. Ini merupakan problem social krusial di Israel.

Kelima, menurunnya jumlah militer Israel sebab jumlah kelompok usia tua militer Israel semakin tinggi. Di samping naiknya jumlah kelompok yahudi ekstrim "harayadam" yang menolak bergabung dalam militer Israel. Tahun 2020 prosentase mereka menapai 20 persen dari warga Israel. Perang yang dilakukan Israel akan menimbulkan kerugian nyawa yang tidak terkira. Sementara bangsa Arab bisa bertahan dalam kondisi seperti ini.

Keenam, Israel mengalami masalah social dan politik internal yang krusial. Perpecahan antara Yahudi Timur (Safardem) dan Yahudi Barat (Eskanza) akan terus berlanjut. Safardem tidak mendapatkann pembagian yang adil dari sisi ekonomi dan sosial. Padahal prosentase kelahiran mereka sangat tinggi ditambah migran Rusia dan Etiopia yang miskin. Kelompok Safardem adala mayoritas di Israel dibanding kelompok Eskanza yang mendapatkan bagian melimpah di bidang sosial, ekonomi dan penguasa politik. Penguasa dari kelompok minoritas terhadap mayoritas ditambah kebencian dan rasialisme antara kedua kelompok ini sangat krusial. Bahkan dalam banyak kasus keduanya menolak saling menikah.

Di sisi lain, kelas terpelajar sekuler dari Barat mereka eksodus balik. Sehingga di Israel hanya akan tersisa kelompok akstrim dalam politik dan agama. Perseteruan dua kelompok ini sangat panas sebab satu sama lain mengkafirkan.

Ekstrimis dan fanatisme kelompok di Israel akan makan dirinya sendiri. Ini barangkali yang digambar dalam Al-Quran "kalian kira mereka berkumpul tapi hati mereka terpecah". Hari ini terorisme internal Israel menjadi ancaman terbesar bagi kehancuran negara mereka.

Penulis sering mengatakan kajian kita terhadap Yahudi dan Israel bersifat emosional. Politik yang diambil kemudian bersifat emosional bukan berdasarkan logika yang sadar terhadap hakikat realitas. Studi rasional terhadap realitas Israel akan membuka ufuk dan harapan kita dalam menyikapi dan menghadapi Israel dengan cara lebihh strategis dan efektif dari apa yang kita lakukan hari ini.

Jika Israel nanti akan hilang dan hancur, apakah dunia Arab akan bisa bekerja sama dengan baik atau akan berperang satu sama lain? Israel cepat atau lambat pasti akan hancur. Tapi apa yang akan kita lakukan setelah itu?

Jadikan pertanyaan ini semacam teka-teki matematika. Sebab masalah bertahan atau hancurnya Israel, selama ini kita kehilangan kebiasaan kita untuk berteka-teki semacam ini.

Disusun Oleh : Dorin Mutoif Waka SKI Periode 2006 Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes depkes yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar